Showing posts with label MATERI BAHASA JAWA KELAS XII. Show all posts
Showing posts with label MATERI BAHASA JAWA KELAS XII. Show all posts

Mengenal Aksara Jawa, Pasangan, Sandhangan dan Contohnya

       Aksara Jawa merupakan salah satu bentuk peninggalan budaya tulis masyarakat Jawa yang masih digunakan sampai saat ini. Aksara Jawa tidak muncul begitu saja melainkan berawal dari aksara –aksara jawa kuno yang dikembangkan. Yakni Mulai dari aksara Pallawa sampai hingga aksara Jawa modern yang kita kenal saat ini.

 

 

Aksara Legena / Carakan

 

        Aksara Jawa digunakan masyarakat Jawa sejak abad ke-15 dalam wujud sastra maupun tulisan sehari-hari. Aksara Jawa terdiri dari 20 huruf, mulai dari huruf 'ha' dan berakhir dengan huruf 'nga'. Aksara Jawa ditulis dari kiri ke kanan dengan system “ngandul” dalam baris dan tanpa spasi.

 

 

 

        Para leluhur masyarakat Jawa ninggalake piwulang kautaman kang sinamun ing tembang lan wujud tulisan jenis liyane. Tinggalane para leluhur iku katulis ing aksara Jawa. Kita minangka generasi mudha kudu bisa nguri-uri tinggalane para leluhhur iku, kang kasebut nguri-uri iku ura mung nyimpen naskah-naskah kuna iku nanging uga kudu bisa mangerteni isine. Mula iku katrampilan baca maca lan nulis aksara Jawa sabisa-bisa kudu dikuwasai dening para generasi mudha.

 

 

 

A.  Aksara Jawa Legena / Aksara Carakan

 

        Aksara Jawa jumlahnya ada 20. Setiap satu huruf Legena memiliki pasangan yang penulisannya bisa disamping bisa dibawah huruf tersebut. Pasangan gunanya untuk huruf mati/konsonan ditengah kata atau kalimat.

 

 

”Aksara Legena/Carakan cacahe ana 20. Saben sijine duwe pasangan kang panulisane bisa ana ing jejere uga bisa ana ing ngisore. Pasangan kagunane menawa ana aksara mati ing satengahing tembung/ukara.”

 

 

 

ketentuan dalam meletakkan pasangan aksara Jawa 

 

a.    Untuk pasangan “ca, ra, ka, da, ta, la, dha, ja, ya, ma, ga, ba, tha, nga”diletakkan di bawah aksara yang dipasanginya.

 

b.   pasangan “ha, sa, pa, nya” diletakkan sejajar di sebelah kanan aksara yang dipasanginya

 

c.    pasangan “nadan wa”diletakkan menggantung pada aksara yang dipasanginya

 

 

 

        Bentuk huruf dan pasangannya seperti di bawah ini:

 

 

Aksara jawa Legena dan Pasangannya

 

 

B.   Sandhangan Aksara Jawa

 

        Sandangan atau sandhangan adalah tanda yang berfungsi untuk mengubah bunyi pada huruf Jawa. Ada empat macam sandangan, yaitu sandangan swara, sandangan sigeg, sandangan anuswara, dan pangkon.

 

 

 

a.    Sandhangan swara

 

Sandangan swara digunakann untuk mengubah bunyi swara “a” menjadi vocal “i, u, o, é, e/ê”

 

Berikut nama sandangan dan bunyinya:

 

1.  Wulu, sandangan untuk mengubah bunyi aksara menjadi “i”. Contoh: Siti.

 

2. Taling, sandangan untuk mengubah bunyi aksara menjadi “é”. Contoh: lélé.

 

3. Pepet, sandangan untuk mengubah bunyi aksara menjadi “e/ê”. Contoh: Sega.

 

4. Suku, sandangan untuk mengubah bunyi aksara menjadi “u”. Contoh: Wulu.

 

5. Taling tarung, sandangan untuk mengubah bunyi aksara menjadi “o”. Contoh: Soto.

 

 

    Bentuk huruf sandangan Swara seperti di bawah ini:

 

 

Bentuk Sandangan Swara


 

b.   Sandhangan Wiyanjana

 

 

Sandangan wiyanjana digunakan untuk menambah bunyi huruf konsonan diantara huruf Jawa Legena.

 

 

Berikut nama sandangan dan bunyinya:

 

1.    Péngkal, sandangan untuk menambah konsosnan aksara “y” contoh: Kyai.

 

2.   Cakra, sandangan untuk menambah konsosnan aksara “r” contoh: kramas.

 

3.   Keret, sandangan untuk menambah konsonan “re” contoh: kreta.

 

 

Bentuk huruf sandangan Wiyanjana seperti di bawah ini:

 



Bentuk Sandangan Wiyanjana

 

 

c.    Sandhangan panyigeg wanda

 

Sandangan ini berfungsi untuk menambah bunyi huruf agar mendapat tambahan bunyi konsonan.

 

Berikut nama sandangan dan bunyinya:

 

1.    Wignyan, sandangan untuk menambah bunyi aksara konsonan “h”. Contoh: gajah.

 

2.   Layar, sandangan untuk menambah bunyi aksara konsonan “r”. Contoh: layar.

 

3.   Cecak, sandangan untuk menambah bunyi aksara konsonan “ng”. Contoh: Kacang.

 

 

Bentuk huruf sandangan Panyigeg wanda seperti di bawah ini:

 



Bentuk Sandangan Panyigeg Wanda

 

 

d.    sandangan pangku atau pangkon 

 

 

sandangan ini digunakan khusus untuk mematikan kata atau mengakhiri kalimat.  sandangan pangkon ini hanya digunakan di akhir kalimat.


dalam hal khusus sandangan ini digunakan untuk menghindari penulisan bertumpuk konsonan dua/tiga tingkat di tengah maupun di akhir kalimat. Contoh: Mas.

 

 

Bentuk huruf Pangkon / Pangku seperti di bawah ini:

 


Bentuk Pangkon/pangku


 

 

        Contoh penulisan Aksara jawa

 

 





SENGKALAN

Menurut Serat Candra Sengkala, awal adanya Sengkalan kira-kira tahun 700-1400 Masehi atau pada saat jaman Kerajaan Majapahit. Sengkalan merupakan perwujudan kebudayaan asli orang Jawa. Walaupun pada kenyataannya masih banyak kata-kata yang dipakai dalam pembuatan angka tahun yang berasal dari bahasa Sansekerta. 

 

 

Tembung Sengkalan secara Etimologi berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu kata Saka dan kata kala. Kata Saka berarti nama suku yang berasal dari bangsa India yang pernah singgah dan menetap di pulau Jawa dan mengajarkan bermacam-macam ilmu pengetahuan, diantaranya huruf Jawa dan sengkalan. Dan kata Kala berarti Waktu atau tahun.

 

 

  Sengkalan merupakan deretan kata-kata berupa frasa atau kalimat  yang mengandung angka tahun, dan disusun dengan menyebutkan terlebih dahulu angka tahun, satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan. Kata-kata yang terdapat dalam sengkalan bukanlah sembarang kata, melainkan kata-kata yang dipilih sesuai dengan angka tahun. Deretan kata - kata selain sebagai simbol angka tahun juga merupakan simbol konsep magis tradisional didalam kepercayaan masyarakat Jawa kuno. Simbol-simbol ini dapat dipahami maknanya jika dianalisis secara Ilmu semiotik atau (Ilmu Ketandaan). Simbol atau nilai kata yang terdapat dalam sengkalan ada yang langsung menunjukkan angka tahun, ada juga yang secara tidak langsung menunjukkan angka tahun. Simbol nilai angka tahun secara tidak langsung dan tersembunyi prosesnya harus ditelusuri terlebih dahulu asal mulanya. Biasanya nilai angka tahun yang tersembunyi merupakan kosa kata serapan yang berasal dari bahasa Sansekerta.

 

 

 

Sengkalan menurut bentuknya ada dua macam, yaitu sengkalan lamba dan sengkalan memet. Dan jika dilihat berdasarkan jenisnya, sengkalan ada dua, yaitu sengkalan Suryasengkala dan sengkalan Candrasengkala.

 

 

 

1.       Sengkalan Lamba adalah Sengkalan yang menggunakan rangkaian kata-kata untuk menunjukkan angka tahun. Sengkalan sing mawa tetembungan diarani sengkalan lamba. Umpamane:

 

1.     Gapura Trus Gunaning Janmi.

Gapura (9) Trus (9) Gunaning (3) Janma (1) Menjadi 1399 tahun Jawa menunjukkan berdirinya Masjid Agung Demak.

 

2.      Estining Pujangga trus manunggal.

Estining (8) Pujangga (8) Trus (9) Manunggal (1) dadi tetembungan ing dhuwur nunjukake sengkalan lamba angka taun1988.

 

3.     Ika Kusuma Gandaning Bumi.

Ika (1) Kusuma (9) Gandaning (9) Bumi (1) dadi tetembungan ing dhuwur nunjukake sengkalan lamba angkaing taun 1991.

 

 

 

”Sengkalan yaiku titi mangsa utawa angkaning taun sing dirakit mawa tetembungan. Biasane nduweni tujuan kanggo pengetan, kedadeyan, madege bangunan, kelairan, palakrama, kasedan, lan liyane. Tembung-tembung kang dirakit taiku tetembungan kang nduweni watak 0 nganti 9, kasusun saka mburining angka taun.”

 

 

 

2.       Sengkalan Memet adalah Sengkalan yang menggunakan lukisan atau gambar atau patung atau ornamem untuk menunjukkan angka tahun. sengkalan sing mawa gegambaran utawa patung utawa arca ormnamen Iku diarani sengkalan memet. umpamane:

 

1.            Naga Muluk Titihan Janma.

Tinemu ing puncaking panggung sangga buwana pelataran Kraton dalem Surakarta. Wujude wong numpak ula gedhe, iki mujudake angka Jawa 1708. menunjukkan berdirinya panggung Sanggabuwana di pelataran Kraton Surakarta

 

2.            Rerengganwoh-wohan Tinata Ing Wadhah.

Tinemu ing gamelan Kyai Guntur Sari, Sultan Agung, kaukir nganggo gambar, nelakake angka taun Jawa 1566.

 

 

Contoh kata-kata dan watak kata yang biasa digunakan dalam penulisan sengkalan, seperti dibawah ini:

 

 

Sengkalan Angka Nol.

 

Angka Nol dalam Sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang berarti hilang atau segala sesuatu yang tidak ada. Pada sengkalan hanya ada satu kata yang bernilai nol atau kosong, yaitu segala sesuatu yang telah hilang. Contohnya: sunya, gegana, lir, ilang, awang-awang, suwung, adoh, musna, sirna, tawang, luhur, tanpa, lsp.

 

Watak 0 :

Tembung kang tegese ora ana: sunya, gegana, lir, ilang, awang-awang, suwung, adoh, musna, sirna, tawang, murud, luhur, tanpa, lsp.

 

 

 

Sengkalan Angka Satu.

 

Angka satu dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang bermakna satu, atau kata-kata yang bermakna berjumlah satu, benda yang bentuknya bulat, kata-kata yang berarti manusia, dan kata-kata yang berarti hidup dan nyata. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai satu adalah jalma, jalmi, janma, kenya, putra, aji, ratu, raja, nata, narpati, narendra, pangeran, gusti, Allah, hyang, maha, bathara, bumi, jagat, budi, buda, budaya, ron, lata, wani, semedi, luwih, nabi, lajer, wiji, witana, praja, bangsa, swarga, puji, piji, harja dan peksi.

 

Watak 1:

a.  Tembung kang cacahe mung siji: ati, sirah, ratu, nabi, wudel, buntu, jantung, lintang, irung, lsp.

b.  Barang kang awangun bunder: rembulan, srengenge, bumi, lsp.

c.   Tembung liyane: Gusti, janma, kenya, nyata, ika, eka, eko, siji, lsp

 

 

 

Sengkalan Angka Dua.

 

Angka dua dalam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai makna berjumlah dua, atau berpasangan dan bentuk-bentuk turunannya, serta kata-kata yang bermanka gandheng. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai dua, biasanya digunakan kata asta, dwi, kembar, ngelmi, aksa, samya, sembah dan supit.

 

Watak 2 :

a.  Tembung kang cacahe loro: mripat, kuping, swiwi, tangan, sikil, athi-athi, paru-paru, pipi, alis, idep, lsp.

b.  Tembung sing dadi pegaweyane: ningali, ngrungokake, nembah, mabur, lsp.

c.   Tembung liyane: penganten, kembar, kanthi, gandheng, ganthet, loro, dwi, lsp.

 

 

 

Sengkalan Angka Tiga.

 

Angka tiga sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai makna berjumlah tiga, dan bentuk-bentuk turunannya. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai tiga, biasanya digunakan kata  guna, katon, saut, sunar, trima, trisula, ujwala, dan wredu.

 

Watak 3 :

a.  Sing duwe sifat telu: gemi, bahmi, puji, pawaka, anala (geni), lsp

b.  Tembung sing duwe teges telu: tri, mantri, katelu, lsp.

c.   Tembung liyane: ula, lintah, welut, cacing, kulus, rana, murub, panas, lsp.

 

 

 

Sengkalan Angka Empat.

 

Angka empat sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang berarti air dan kata-kata yang berarti kerja, serta segala sesuatu yang berjumlah empat. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai empat ialah kata papat, catur, keblat (arah mata angin), warna (kasta dalam agama Hindu), toya (air), suci dan pakarti.

 

Watak 4 :

a.  Bangsane banyu utawa sing ngemu banyu: her, sindhu, warih, bun, udan, lsp.

b.  Tembung sing duwe teges papat: catur, pat, papat, lsp.

c.   Tembung liyane: karya, gawe, kardi, karta, lsp.

 

 

 

Sengkalan Angka Lima.

 

Angka lima sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai makna berjumlah lima, golongan raksasa, segala macam senjata, kata-kata yang berarti angin, tajam, ilham atau bisikan, perangkap, serta kata-kata yang mempergunakan kata panca. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai lima ialah driya (indra), wisaya (cerapan indra), cakra, warayang, tinulup, ati, linungit, yaksa, mangkara, marganing, pasarean, tinata, gati dan pirantining.

 

Watak 5 :

a.  Bangsane buta: danawa, wil, raseksa, lsp.

b.  Bangsane gaman: panah, keris, tumbak, lsp.

c.   Tembung liyane: landhep, galak, tata, panca, lsp.

 

 

 

Sengkalan Angka Enam.

 

Angka enam sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang berarti rasa, hewan berkaki enam, dan segala sesuatu yang bergerak. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai enam ialah kat gana, hangga-hangga, (laba-laba), rasa, sinesep, nikmat, kayu, winayang (digerakkan), rebah (runtuh) dan wisik (pesan).

 

Watak 6

a.  Tembung kang mratelakake rasa: pedhes, gurih, asin, pait, lsp.

b.  Kewan asikil enem: tawon, anggang-anggang, gana, lsp.

c.   Tembung liyane: retu, oyag, obah, kilat, wreksa, lsp.

 

 

 

Sengkalan Angka Tujuh.

 

Angka tujuh sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai arti golongan pertapa atau pendeta, gunung, suara, serta binatang yang biasa dipergunakan untuk kendaraan. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai tujuh ialah kata pandhita, resi, swara, sabda, muji (pujian, restu, ajar) dan giri(gunung).

 

Watak 7:

a.  Bangsane pertapa: wiku, biksu, resi, dwija, lsp.

b.  Dasanamane jaran: kuda, wajik, aswa, turangga, titihan,lsp.

c.   Dasanamane gunung: redi, arga, ardi, prawata, ancala, wukir, lsp.

d.  Tembung liyane: angsa, swara, wulang, weling, suka, gora (gedhe), lsp.

 

 

 

Sengkalan Angka Delapan.

 

Angka delapan sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang berarti gajah, binatang melata, dan brahmana. Kata-kata pada sengkalan yang bernilai delapan adalah kata ngesti (memikirkan), madya (tengah), basuki, naga, brahmana, manggala, murti, salira, sarining, dan kata-kata turunan dari kata-kata tersebut.

 

Watak 8:

a.  Kewan rumangkang: baya, bajul, cecak, tekek, lsp.

b.  Dasanamane gajah: dwipangga, esthi, lsp.

c.   Tembung liyane: samadya, brahmana, manggala, lsp.

 

 

 

Sengkalan Angka Sembilan.

 

Angka sembilan sengkalan disimbolkan dengan kata-kata yang mempunyai arti dewa, bunga dan benda-benda yang berlubang atau terbuka. Kata-kata pada sengkalan yang biasanya digunakan untuk menyatakan angka sembilan ialah : kata, trus, trustaning, wiwara, anggatra, gapura, ambuka, makaring, umanjing, sekaring, puspa, kusuma, kembang, dan ngarumake (mengharumkan).

 

Watak 9:

a.  Barang kang awangun bolong: gapura, leng, rong, song, bolongan, lawang, kori, lsp.

b.  Tembung liyane: ganda, tutul, buka, wangi, trus, lsp.

 

 

 

Suryasengkala.

 

Sengkalan yang menunjukkan angka tahun berdasarkan perputaran matahari. Sengkalan Suryasengkala digunakan pada masa pra-Islam dengan menggunakan tahun Saka. Namun saat ini Suryasengkala jarang digunakan, karena sengkalan yang dibuat tergantung pada kebutuhan, misalnya sengkalan dengan menggunakan tahun Masehi.

 

 

Candrasengkala.

 

Sengkalan yang menunjukkan angka tahun berdasarkan peraturan bulan. Sengkalan Candrasengkala digunakan setelah masa Islam dengan memakai tahun Jawa. Tahun Jawa ditetapkan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma sejak 1 Suro 1555 Jawa, bertepatan 1 Muharam 1043 Hijriah, atau 1 Srawana 1555 Saka, atau 8 Juli 1633 Masehi. Tahun Jawa merupakan perpaduan antara Tahun Hijriah dengan tahun Saka. Pada zaman sekarang sengkalan dapat menggunakan tahun Jawa, Saka, Hijriah atau Masehi tergantung pada sengkalan yang diperlukannya.

 

 

 

 

Popular Posts